Obyek wisata Air Terjun Songgolangit
Jepara ini terletak di desa Bucu kecamatan Kembang 30 km sebelah utara dari
kota Jepara.
Air terjun ini mempunyai ketinggian 80 meter dan lebar 2 meter. Konon
menurut cerita bahwa tempat ini akan menjadikan awet muda bagi para
pengunjung yang melakukan cuci muka ataupun mandi.
Panorama alam
di sekitar obyek wisata ini begitu indah dan udaranya cukup nyaman,
sehingga sangat cocok untuk acara santai atau kegiatan rekreasi lainnya.
Di tempat pula banyak dijumpai kupu-kupu yang beraneka ragam jumlahnya
dengan warna-warni yang cukup indah. Unyuk mencapai obyek wisata
tersebut dapat ditempuh dengan kendaraan roda 2 maupun roda 4 dengan
kondisi jalan beraspal.
Menurut legenda, Dikisahkan ada seorang
jejaka yang berasal dari desa Tunahan menjalin cinta dengan seorang
gadis cantik asal Dukuh Sumanding Desa Bucu Kecamatan Kembang. Jalinan
cinta mereka ahirnya berlanjut hingga ke jenjang perkawinan. Di sini
diceritakan bahwa antara desa Tunahan dan desa Bucu terbentang sungai
(sekarang ini sungai yang berada di atas
obyek wisata tersebut airnya
mengalir ke bawah menjadi air terjun). Pada zaman dahulu seorang
laki-laki melamar seorang perempuan harus membawa perabotan dapur
seperti wajan, piring, gelas, dll. Serta membawa hewan piaraan kerbau,
sapi, kambing,dll.
Pada suatu fajar si isteri bersiap menyiapkan
makanan pagi untuk si suami tercinta. Dalam penyediaan sarapan tersebut
si isteri kurang hati-hati sehingga menimbulkan suara-suara alat dapur
yang saling bersentuhan. Alkisah, sang mertua menegur anaknya : “Ojo
glondhangan, mengko mundhak bojomu tangi” atau dalam bahasa Indonesia :
“Jangan gaduh, nanti suamimu terbangun”. Rupanya si suami salah
mendengar “Kerjo kok glondhangan, rumangsamu barange bojomu” atau dalam
bahasa Indonesia “Kerja kok gaduh, memangnya barang bawaan suamimu”.
Pada
saat itu juga si suami merasa tersinggung dengan perkataan sang mertua
itu, kemudian pada suatu tengah malam kedua pengantin tersebut berniat
pergi dari rumah untuk pindah ke tempat asal suami dengan mengendarai
pedati/gerobak yang ditarikoleh sapi. Oleh karena jalannya begitu gelap,
maka pedati yang mereka naiki salah jalan (kesasar) sehingga terasa
pedati tersebut masuk jurang yang sangat dalam dan sepasang pengantin
tersebut hilang tidak ada yang mengetahui keberadaanya.
Legenda
tersebut bersifat turun temurun dan masih melekat kuat di hati
masyarakat setempat sehingga merupakan pantangan antara orang-orang desa
Tunahan dan desa Bucu untuk hidup sebagai suami isteri, karena
dikuatirkan hubungan rumah tangga mereka akan mengalami kemelut.
Sedangkan
dinamakan air terjun Songgolangit, karena dilihat dari bawah maka air
terjun tersebut tampak seakan akan menyangga horizon langit
Konon
ceritanya air terjun ini ditunggui oleh sepasang suami isteri yang ikut
menjaga kenyamanan para wisatawan yang menikmati keindahan obyek wisata
tersebut, karena mereka merasa bahwa pengunjung-pengunjung adalah
tamunya yang perlu dihormati dan dijaga keamanannya dan kenyamananya.
sumber : http://www.wisatanesia.com
-*(berjuang demi cita dan cinta)*-